Tentu Anda pernah melihat pemandangan sejumlah mobil mesinnya tetap menyala meski tengah diparkir. Jika diamati, di dalam mobil terdapat sopir atau penumpang di dalamnya sedang menunggu.
Hal itu dilakukan agar fitur pendingin, alias Air Conditioner (AC) mobil tetap dapat berembus, sehingga orang yang berada di dalam mobil tetap nyaman selama menunggu.
Pengendara tersebut, tentu mengira jika kerugian yang bakal dialaminya hanya dari segi pemborosan bahan bakar minyak (BBM). Padahal, tidak demikian.
Kondisi tersebut jauh dari harapan, terutama bagi mobil dengan emisi Euro2 yang dilengkapi catalytic converter. Sebab, jika terlalu panas, komponen yang berfungsi sebagai alat penurun emisi gas buang tersebut, justru tidak dapat bekerja dengan maksimal. Bahkan, catalytic converter yang terlalu panas dapat memicu kebakaran, jika berada di dekat bahan-bahan yang mudah terbakar.
Secara teknis, sebenarnya pemanasan suhu pada catalytic converter memang disengaja. Itu sebabnya, komponen ini ditempatkan setelah exhaust manifold agar terkena imbas dari gas buang mesin yang panas. Pada saat panas itulah, catalytic converter dapat berfungsi sebagai katalis dalam mereduksi gas buang, seperti Hidrokarbon, Karbonmonoksida, Nitrogen Oksida.
Dilansir AstraWorld, Selasa 10 November 2015, meski bekerja saat panas, suhu pada catalytic converter tidak boleh melebihi ambang batas yang telah ditentukan, yakni sekira 400-500 derajat celcius.
Suhu komponen ini akan terjaga dengan adanya embusan angin, saat mobil berjalan. Itu sebabnya, jika mesin ber-catalytic converter dipanaskan dalam waktu lama pada kondisi mobil berhenti atau parkir, kenaikan suhunya akan melebihi ambang batas aman. Selanjutnya, catalytic converter membara seperti arang yang siap membakar.
Agar suhu catalytic converter tidak memanas melebihi ambang batas, gunakan mobil sesuai buku panduan. Di buku panduan tercantum keterangan, jangan memanaskan mesin atau menghidupkan kendaraan dalam kondisi diam lebih dari 20 menit.
Sumber : Goriau
Tag :
Serba Serbi